Pada tanggal 28 september 2018 terjadi peristiwa gempa bumi berkekuatan 7,4 scala richter dengan pusat gempa di kota palu dan donggala (sulawesi tengah). Gempa ini memicu terjadinya tsunami dan likuifaksi. Peristiwa tersebut menimbulkan korban jiwa, merusak rumah dan infrastruktur. Pada artikel sebelumnya kami telah membahas tentang tsunami maka kali ini kami akan menbahas tentang likuifaksi.
Apa itu likuifaksi (Soil liquefaction) ?
Likuifaksi (Soil liquefaction) adalah fenomena alam yang terjadi ketika gempa bumi yang kuat dengan intensitas tinggi atau sejenisnya melanda daerah yang tanahnya tersusun dari unsur pasir dan lumpur (saturated soil) yang memiliki daya ikat yang lemah atau tanah yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated soil). Akibat gempa bumi tersebut, sifat tanah berubah dari padat (solid) menjadi seperti zat cair (cairan). Sehingga tanah untuk sementara kehilangan kemampuannya menopang struktur seperti bangunan dan jembatan dan dapat menimbulkan bencana kerusakan dan kematian.
Bagaimana terjadinya likuifaksi ?
Fenomena likuifaksi terjadi ketika tanah jenuh air dan tanah endapan terpengaruh oleh gelombang seismis S Waves (secondary waves), yang menyebabkan getaran atau guncangan yang kuat berulang teratur (beban siklik) pada tanah selama terjadinya gempa bumi atau sejenisnya. Hal ini menyebabkan butiran partikel tanah di dalamnya kehilangan daya ikat satu sama lain. Pada akhirnya lapisan tanah endapan pun kehilangan kekuatan ikatnya (soliditas) dan bersifat seperti cairan (zat cair).
Akibatnya tanah kehilangan kemampuan untuk menopang beban di atasnya dan mudah “bergerak”. Bahkan pada bidang yang landai (kemiringan sedikit) pun tanah dapat tetap bergerak.
Wilayah yang rawan terjadi likuifaksi :
Karena likuifaksi hanya terjadi pada daerah dengan tanah yang tersusun dari lapisan tanah jenuh (saturated soil), maka efeknya umumnya dapat di lihat pada daerah dataran rendah atau dekat dengan air seperti sekitar sungai, danau, teluk, tanah payau yang tersusun dari urukan tanah atau tanah reklamasi dan lautan. Menurut USGS tanah yang tersusun dari endapan granular (longgar) seperti endapan pasir dan lumpur juga rawan terjadi likuifaksi.
Kondisi yang menyebabkan likuifaksi :
Para ahli sepakat bahwa umumnya likuifaksi terjadi jika ketiga (3) unsur ini terpenuhi, yaitu :
- Tanahnya tersusun dari endapan granular (granular sediment) dengan daya ikat antar partikelnya rendah seperti tanah di sekitar rawa, tepi sungai dan pantai.
- Tanahnya merupakan lahan yang mudah tersaturasi (Saturated soil) dengan air seperti daerah dengan permukaan air tanah (water table) tinggi dan memiliki kandungan air tanah (ground water) yang besar.
- Gempa bumi yang terjadi cukup besar dan menghasilkan guncangan tanah dengan intensitas yang tinggi (strong shaking).
8 Efek (failure) yang terjadi akibat peristiwa likuifaksi, yaitu :
1. Letusan pasir dan quick sand (Sand boil dan Quick sand condition)
Jika lapisan pasir terlikuifaksi selama terjadinya gempa bumi. Air yang berada dalam tekanan tinggi berusaha mengalir keluar. Namun air tersebut tidak dapat mengalir ke bawah atau ke samping karena kedua arah disekitarnya tersebut mengalami kondisi (tekanan) yang sama. Sehingga air tersebut hanya dapat bergerak ke atas.
Air yang mengandung pasir keluar (mencuat) dari lapisan tanah terlikuifaksi dibawahnya dan meletus ke permukaan tanah hingga membentuk gunung berapi pasir. Akibatnya tanah di sekitarnya menjadi retak dan mengendap.
Gerakan air ke lapisan atas tanah ini kemudian juga dapat mengalami likuifaksi di lapisan dekat permukaan tanah dan berperilaku seperti Quick sand. Quick sand adalah “colloid hydrogell” yang tersusun dari materila granular halus seperti pasir, lumpur dan air.
Ketika pasir teragitasi, quick sand membentuk pasir jenuh yang longgar. Ketika air di dalam pasir tidak dapat mengalir, hal tersebut menciptakan tanah terlikuifaksi yang kehilangan kekuatannya dan tidak dapat menopang beban.
2. Flow failure
Flow failure adalah kegagalan tanah yang mana massa tanah bergerak dengan jarak cukup jauh seperti memiliki sifat zat cair (cairan). Flow failure ini terjadi pada daerah dengan kemiringan lebih dari 3 derajat (curam) dan aliran massa tanah tersebut dapat terdiri dari tanah yang keseluruhannya terlikuifaksi atau tanah yang bergerak diatas material yang terlikuifaksi.
“Kegagalan” tanah seperti ini dapat menggeser tanah dalam jumlah besar dengan jarak mencapai puluhan meter atau lebih terkadang dalam kecepatan cukup tinggi.
Kegagalan tanah ini dapat terjadi pada lapisan tanah alami atau struktur buatan manusia seperti jembatan atau fasilitas di pelabuhan.
3. Penyebaran lateral (Lateral spreading)
Penyebaran lateral meliputi pemindahan blok besar tanah ke arah lereng yang landai (tidak terlalu miring) atau ke arah saluran air atau sungai (stream channel) dengan membawa lapisan tanah terlikuifaksi diatasnya.
Pergerakan deposit tanah yang mengalami penyebaran lateral dapat bergerak mulai dari beberapa cm hingga beberapa meter dan dapat menyebabkan kerusakan serius pada bangunan, jembatan, jaringan pipa atau elemen infrastruktur lainnya. Pergerakan yang besar dapat menyebabkan runtuhnya gedung sedangkan pergeseran vertikal dan horizontal yang lebih kecil dapat merusak integritas struktural bangunan.
Penyebaran lateral sering terjadi sepanjang tepi sungai dan garis pantai dimana terdapat tanah berpasir yang longgar pada kedalaman tanah yang dangkal.
4. Osilasi tanah (Ground oscillation)
Ground oscillation didefinisikan secara sederhana adalah lapisan permukaan yang berada di atas lapisan terlikuifaksi yang mana lapisan tersebut menjadi mudah terombang – ambing ke depan dan ke belakang akibat guncangan gempa sehingga lapisan permukaan banyak mengalami perubahan bentuk landscape (struktur tanah) dan sangat merusak.
Ground oscillation mempengaruhi bidang tanah yang datar. Endapan terlikuifaksi mulai bergerak seperti gelombang ketika guncangan terus berlanjut. Apapun yang ada di bagian atas endapan tersebut akan rusak dan terlempar ke sana kemari. Terbentuknya retakan terbuka dan menutup kembali dimana air atau lumpur dapat keluar dari celah tersebut.
Ground oscillation adalah fenomena yang terjadi pada lapisan permukaan dimana lateral spreading tidak terjadi.
5. Kehilangan daya topang (Loss of bearing strenght / capacity)
Tanah dapat menjadi bersifat seperti cairan lalu bergerak sehingga kehilangan kemampuannya untuk menopang beban seperti (bangunan, jembatan, dll). Loss of bearing capacity merupakan efek dari hilangnya kekuatan tanah yang berhubungan dengan meningkatnya tekanan pori air dan melunaknya tanah selama terjadinya likuifaksi.
Ketika tanah yang merupakan pondasi suatu bangunan terlikuifaksi dan kehilangan kekuatannya, deformasi (perubahan bentuk tanah) dapat terjadi sehingga menyebabkan terjadinya endapan besar yang dapat merusak bangunan atau menyebabkan miringnya suatu bangunan.
6. Mengapungnya benda - benda yang sebelumnya tertimbun (Buoyant rise and buried structure / Flotation)
Struktur ringan seperti saluran pipa, tangki bahan bakar, potongan kayu, atau struktur lainnya yang tertimbun tanah yang berat massanya lebih ringan dari tanah disekitanya dapat mengapung atau mengambang ke permukaan tanah ketika benda benda tersebut dikelilingi oleh tanah cair yang bergerak (tanah yang terlikuifaksi).
Kerusakan yang ditimbulkan akibat mengapungnya struktur yang tertimbun tersebut biasanya tidak terlalu berat namun dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi kehidupan dan pemulihan layanan kepada masyarakat. Seperti rusaknya saluran air, gas dan listrik.
7. Terjadinya pengendapan pada permukaan tanah (Ground Settlement)
Setelah gempa bumi mereda, tanah yang cair (terlikuifaksi) kembali terbentuk, kemudian permukaan tanah dapat mengendap atau menurun (bergerak ke bawah) seiring berkurangnya getaran gempa kemudian tanah yang sebelumnya cair (terlikuifaksi) menjadi kembali lebih padat. Gerakan tanah ke bawah ini disebut settlement.
Tanah padat yang terbentuk kembali tersebut permukaannya biasanya tidak rata sehingga dapat merusak bangunan, jalan, jembatan, jalur pipa atau infrastruktur lainnya.
8. Kegagalan pada dinding penahan (Failure of retaining wall)
Retaining wall atau tembok penahan adalah dinding rigid yang digunakan untuk menopang massa tanah laterally sehingga tanah dapat ditahan pada ketinggian yang berbeda pada kedua sisi dindingnya.
Tanah yang terlikuifaksi memperkuat tekanan pada dinding penahan, yang dapat menyebabkan dinding penahan tersebut miring atau runtuh (longsor). Rusaknya dinding penahan sering terjadi saat peristiwa gempa bumi berlangsung. Ketika likuifaksi tanah terjadi integritas struktur dinding penahan akan terganggu.
Demikian artikel tentang likuifaksi, penulis menyadari bahwa artikel ini tidak sempurna dan tidak luput dari kesalahan, untuk itu silahkan berikan saran dan pendapat anda di kolom komentar. Terima kasih.
Referensi :
US. Geological Survey (USGS) website, www.usgs.gov
Encyclopedia Britannica (2018), https://www.britannica.com/science/soil-liquefaction
Mong’re Brenda Kwamboka (2011), Soil liquefaction, Department of Civil and Construction Engineering - University of Nairobi, Kenya.
Berbagai sumber di internet.
0 komentar:
Posting Komentar